Istilah Terapi Emotif Rasional (TRE / RET --- Rational
Emotive Therapy) sukar digantikan dengan istilah bahasa Indonesia yang mengena;
paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang
menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational
thingking, berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus
menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat
menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.
Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk
meninjau kembali cara berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
Pelopor dalam sekaligus promoter utama corak konseling ini
adalah Albert Ellis, yang telah banyak menerbitkan banyak karangan dan buku,
antara lain buku yang berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A
New Guide to Rational Living (1975), serta karangan Burks Theories of
Counselling yang berjudul The Rational Emotive Approach to Counselling dalam buku
Burks Theories of Counselling (1979).
Menurut pengakuannya Ellis sendiri, corak konseling Rational
Emotive Terapi (disingkat RET) berasal dari aliran pendekatan Kognitif
Behavioristik. Banyak buku yang telah terbit mengenai tata cara memberikan
konseling kepada diri sendiri, mengambil inspirasi dari gerakan RET, misalnya
J. Lembo, Help Yourself, yang telah disadur pula kedalam bahasa Indonesia
dengan judul Berusahalah Sendiri (1980).
Corak konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan
tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang
sebagian bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
- Manusia adalah mahluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan mahluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia mempunyai kekurangan dan keterbatasan, yang mereka atasi sampai taraf tertentu. Selama manusia hidup di dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmatinya sebaik mungkin.
- Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri. Nilai-nilai kehidupan (values) untuk sebagian ditentukan baginya.
- Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif. Bilamana orang berpikir, berperasaan dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga segala tujuan yang dikejar tidak tercapai, mereka ini hidup secara tidak rasional. Dengan demikian berpikir rasional menunjuk pada akal sehat, sehingga sungguh-sungguh membantu mencapai kebahagiaan di hidup ini. Orang yang tidak mencapai kebahagian itu harus mempersalahkan dirinya sendiri karena tidak menggunakan akal sehatnya secara semestinya.
- Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berpikir dengan akal sehat, tetapi dapat juga berpikir salah.
- Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irrasional (irational beliefs), yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri. Mungkin juga keyakinan-keyakinan itu merupakan gabungan dari pengaruh lingkungan sosial dan gagasannya sendiri. Tumpukan keyakinan irasional cenderung untuk bertahan lama, bahkan orang cenderung memperkuatnya sendiri dengan berbagai dalih. Albert Ellis sendiri mengakui mula-mula merumuskan 11 keyakinan irasional yang dianggapnya dipegang oleh banyak orang, tetapi kemudian ditinjau kembali. Jumlah itu dikurangi sampai tiga keyakinan dasar yang irasional, yaitu tiga keharusan yang disampaikan oleh orang kepada dirinya sendiri:
Teapi Emotif Rasional yang dikembangkan oleh Albert Ellis
merupakan bagian dari terapi CBT (cognitive behaviural therapy) lebih banyak
kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tingkah
laku-tindakan dalam arti menitik beratkan pada proses berpikir, menilai,
memuuskan, menganalisa dan bertindak. Konsep-konsep Teapi Emotif Rasional
membangkitkan sejumlah pertanyaan yang sebaiknya, seperti: Apakah pada dasarnya
psikoterapi merupakan proses reeduksi? Apakah sebaiknya terapis berfungsi
terutama sebagai guru? Apakah pantas para terapis menggunakan propaganda,
persuasi, dan saran-saran yang sangat direktif? Sampai mana membebaskan keefektifan
usaha membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan irasional” nya dengan
menggunakan logika, nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran.
Teapi Emotif Rasional adalah aliran psikoterapi yang
berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk
berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia
memiliki kecenderungan –kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia,
berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh
dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang tidak berkesudahan,
takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku
pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungional dan mencari berbagai cara
untuk terlibat dalam sabotase diri.
Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan
untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku
rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan
bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.Reaksi emosional
seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi
yang disadari maupun tidak disadari.Hambatan psikologis atau emosional adalah
akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai
individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan
irasional.Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang
diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara
irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang
tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat
menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan dan pikiran negatif serta
penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang
dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang
rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian
dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang
membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event, Belief, dan Emotional
consequence. Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori
ABC. Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang
dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian,
tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi
siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi
seseorang.
2. Tujuan Terapi Emotif Rasional
Tujuan utama dari terapi ini yaitu meminimalkan pandangan
yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat
hidup yang lebih realistik. Terapi ini mendorong suatu reevaluasi filosofis dan
ideologis berlandaskan asumsi bahwa masalah-masalah manusia berakar secara
filosofis, dengan demikian Terapi Emotif Rasional tidak diarahkan semata-mata
pada penghapusan gejala (Ellis, 1967, hlm, 85;1973a, hlm. 172), tetapi untuk
mendorong klien agar menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar.
Jika masalah yang dihadirkan oleh klien adalah ketakutan atas kegagalan dalam
perkawinan misalnya, maka sasaran yang dituju oleh seorang terapis bukan hanya
pengurangan ketakutan yang spesifik itu, melainkan penanganan atas rasa takut
gagal pada umumnya. TRE bergerak ke seberang penghapusan gejala, dalam arti
tujuan utama.
Ringkasnya, proses terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan
suatu maksud utama yaitu: membantu klien untuk membebaskan diri dari
gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis
sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasikan
suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasikan
keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan takhayul yang berasal dari orang
tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, terapis memiliki
tugas-tugas yang spesifik. Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien
bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan
irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan
sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukan
banyak “keharusan”, “sebaiknya”, dan “semestinya”. Klien harus belajar
memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan
irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai
kontrapropogandis yang menentang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh
klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong,
membujuk, dan suatu saat bahkan memerintah klien agar agar terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen-agen kontra propoganda.
Langkah kedua adalah membawa klien ke-seberang tahap
kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan
emosional untuk tetap aktif dengan terus menerus berpikir secara tidak logis
dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan yang
mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Dengan perkataan lain, karena klien
tetap mereindoktrinasi diri, maka dia bertanggung jawab atas masalah-masalahnya
sendiri. Terapis tidak hanya cukup menunjukkan kepada klien bahwa Dia memiliki
proses-proses yang tidak logis, sebab klien cenderung mengatakan, ”sekarang
saya mengerti bahwa saya memiliki ketakutan akan kegagalan dan bahwa ketakutan
ini berlebihan dan tidak realistis”.
Untuk melangkah ke seberang pengakuan klien atas
pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan irasionalnya, terapis mengambil langkah
ketiga, yakni berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan
meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya. TRE berasumsi bahwa
keyakinan-keyakinan yang tidak logis itu berakar dalam sehingga biasanya klien
tidak bersedia mengubahnya sendiri. Terapis harus membantu klien untuk memahami
hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan filsafat-filsafatnya
yang tidak realistis yang menjurus pada lingkaran setan proses penyalahan diri.
Jadi langkah terakhir dari proses terapeutik adalah menantang klien untuk
mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa
menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional.
Menangani masalah-maslah atau gejala-gejala yang spesifik
saja tidak menjamin bahwa masalah-masalah lain tidak akan muncul. Yang kemudian
diharapkan adalah terapis menyerang inti pikiran irasional dan mengajari klien
bagaimana menggantikan keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang irasional
dengan yang rasional. Terapis yang bekerja dalam kerangka TRE fungsinya berbeda
dengan kebanyakan terapis yang lebih konvensional. Karena TRE pada dasarnya
adalah suatu proses terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif dan direktif.
TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari
klien cara-cara memahami dan mengubah diri. Terapis terutama menggunakan
metodologi yang gencar, sangat direktif, dan persuasif yang menekankan
aspek-aspek kognitif. Rllis (1973ª,hlm.185) memberikan suatu gambaran tentang
apa yang dilakukan oleh terapis TRE sebagai berikut:
- mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku
- menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanya
- menunjukkkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya
- menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien
- menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan
- menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien;
- menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris
- mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang dapat merusak diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar