Senin, 05 November 2012
Akulturasi dan Relasi Internakultural
Akulturasi dan Relasi Internakultural
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.
Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi Asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Menariknya dalam melihat dan mengamati proses akulturasi dikarenakan adanya Deviasi Sosiopatik seperti mental disorder yang menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan, motivasi dan lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku.
Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh dengan kebudayaan komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan masyarakatnya, perubahan kebudayaan yang disebabkan “perkawinan“ dua kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya pemaksaan dari masyarakat asing memasukkan unsur kebudayaan mereka. Akulturasi budaya bisa juga terjadi karena kontak dengan budaya lain, system pendidikan yang maju yang mengajarkan seseorang untuk lebih berfikir ilmiah dan objektif, keinginan untuk maju, sikap mudah menerima hal-hal baru dan toleransi terhadap perubahan. . . . . .
Relasi Internakultural
Relasi Internakultural adalah suatu hal dapat dipahami untuk menjadi suatu komunikator yang dapat diterima oleh semua manusia yang kompeten & yang diharapkan dapat menumbuhkan sikap peduli dan mau menjabarkan sekaligus mengajarkan ide tentang pluralisme dalam suatu relasi.
Kebudayaan Barat Di Indonesia.
Proses akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usulusul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif.
Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf- taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984).
definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Frans Magnis Suseno dalam bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern:
• Kebudayaan Teknologi Modern
Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.
• Kebudayaan Modern Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
• Kebudayaan-Kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Situasi Budaya Indonesia
Dalam pemaparan tentang akar budaya di atas tadi telah kita ketahui bahwa nenek moyang kita adalah nenek moyang yang tangguh dan bangsa ini telah mampu melakukan akulturasi secara positif sehingga kita bisa mengintegrasikan kebudayaan luar untuk meningkatkan budaya sendiri. Namun kita harus melihat secara riil bagaimanakah keadaan budaya kita hari ini.
Sajiman Surjohadiprojo dalam pidato kebudayaannya di tahun 1986 menyampaikan tentang persoalah kita hari ini, yaitu kurang kuatnya kemampuan mengeluarkan energi pada manusia Indonesia. Hal ini mengakibatkan kurang adanya daya tindak atau kemampuan berbuat. Rencana konsep yang baik, hasil dari otak cerdas, tinggal dan rencana dan konsep belaka karena kurang mampu untuk merealisasikannya. Akibat lainnya adalah pada disiplin dan pengendalikan diri. Lemahnya disiplin bukan karena kurang kesadaran terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, melainkan karena kurang mampu untuk membawakan diri masing-masing menetapi peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kurangnya kemampuan mnegeluarkan energi juga berakibat pada besarnya ketergantungan pada orang lain. Kemandirian sukar ditemukan dan mempunyai dampak dalam segala aspek kehidupan termasuk kepemimpinan dan tanggung jawab.
Jumat, 12 Oktober 2012
2. TRANSMISI BUDAYA DAN BIOLOGIS
Nama : Laila ulfah khairunisa
kelas : 3PA05
NPM : 19510142
Transmisi budaya terdiri dari Enkulturasi, Sosialialisasi, dan Akulturasi
Enkulturasi
Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menysuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses ini berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Misalnya anak kecil menyesuaikan diri dengan waktu makan dan waktu minum secara teratur, mengenal ibu, ayah, dan anggota-anggota keluarganya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam keluarganya, dan seterusnya sampai ke hal-hal di luar lingkup keluarga seperti norma, adat istiadat, serta hasil-hasil budaya masyarakat.
Dalam masyarakat ia belajar membuat alat-alat permainan, belajar membuat alat-alat kebudayaan, belajar memahami unsur-unsur budaya dalam masyarakatnya. Pada mulanya, yang dipelajari tentu hal-hal yang menarik perhatiannya dan yang konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia mempelajari unsur-unsur budaya lainnya yang lebih kompleks dan bersifat abstrak.
Proses Enkulturasi
Dalam Proses Enkulturasi seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses Enkulturasi sudah dimulai sejak kecil oleh setiap warga masyarakat, mula-mula dari orang-orang dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain.
Bentuk awal dari proses enkulturasi adalah meniru berbagai macam tindakan orang lain, setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi motivasi akan tindakan meniru itu tekah diinternalisasikan dalam kehidupan kepribadiannya dengan berkali-kali meniru tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan.
Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian dengan mendengar berbagai orang lingkungan pergaulannya. Ada juga norma yang diajarkan secara formal di sekolah, misalnya norma etika, estetika, dan agama.
Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses individu mulai menerima dan menyesuaikan diri dengan unsur-unsur kebudayaan (adat – istiadat, perilaku, bahasa) yang dimulai dari lingkungan keluarganya, yang kemudian makin meluas. Sosialisasi berlangsung sejak masa kanak-kanak (bayi).
George Herbert Mead menjelaskan bahwa perkembangan manusia diantaranya melalui sosialisasi dapat melalui tiga tahap yaitu :
A. Play stage : tahap dimana seorang anak mulai mengambil peranan orang-orang di sekitarnya.
B. Game stage : tahap dimana anak mulai mengetahui peranan yang harus dijalankan dan peranan yang dijalankan orang lain.\
C. Generalized other : tahap dimana seseorang telah mampu mengambil peranan-peranan yang dijalankan oleh orang lain.
Proses sosialisasi dalam pembentukan kepribadian
Proses sosialisasi dalam setiap masyarakat juga dipakai sebagai sarana pembentukan kepribadian.
Menurut Allport, keptibadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikofisis dalam individu yang turut menentukan cara-cara yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Empat faktor yang menentukan kepribadian :
1) Keturunan (warisan biologis).
2) Lingkungan geografis.
3) Lingkungan kebudayaan.
4) Lingkungan sosial.
Media Sosialisasi menurut Fuller and Jacobs :
a. Keluarga.
b. Kelompok bermain (kelompok sebaya).
c. Sekolah.
d. Lingkungan kerja.
e. Media massa.
Menurut Robert Dreeben bahwa proses sosialisasi di sekolah selain mendapat ketrampilan dan pengetahuan juga mendapat :
a. Kemandirian (independence).
b. Prestasi (achievment)
c. Spesifitas (specifity) – (hal-hal yg spesifik)
Definisi Sosialisasi
Prof. Dr. Nasution , SH : sosialisasi adalah peoses membimbing individu ke dalam dunia sosial.
Sukandar Wiraatmaja, MA: sosialisasi adalah suatu proses yang dimulai sejak seseorang itu dilahirkan untuk dapat mengetahui dan memperoleh sikap pengertian, gagasan dan pola tingkah laku yang disetujui oleh masyarakat.
Drs. Suprapto, sosialisasi adalah proses belajar berinteraksi dalam masyarakat sesuai dengan peranan yang dijalankan.
Peter L. Berger, sosialisasi adalah suatu proses seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
Macam-macam sosialisasi
1. Sosialisasi primer adalah sosialisasi yang paling dasar yang berlangsung pada usia anak-anak, yaitu usia 0 –5 tahun atau belum sekolah.
2. Sosialisasi sekunder terjadi setelah sosialisasi primer. Sosialisasinya berlangsung di luar keluarga.
3. Enkulturasi adalah proses penyesuaian diri dengan adat –istiadat, lingkungan, sistem norma, dan aturan aturan hidup lainnya.
Proses sosialisasi terjadi melalui dua cara yaitu :
a. Conditioning.
b. Komunikasi atau interaksi.
Conditioning, adalah keadaan yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti cara makan, bahasa, berjalan, cara duduk, pengembangan tingkah laku dan sebagainya.
Komunikasi atau interaksi, adalah proses hubungan yang terjadi antara individu-individu yang bergaul sehingga terjadi proses sosialisasi.
Tujuan umum sosialisasi :
a. Penyesuaian kelakuan yang dianggap baik.
b. Pengembangan kemampuan dan pengenalan dirinya sebagai bagian masyarakat.
c. Pengembangan konsep diri secara baik.
Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.
Macam - Macam Transmisi Budaya
1. Transmisi Vertical
General Acculturation
Dari orang yang lebih tua/orang tua, pada budaya sendiri (intra) informal
Misal : anak disiplin karena melihat orang tuanya
Specific Socialization
Peristiwa yang disengaja, terarah dan sistematis
Misal : anak di didik untuk tidak membantah pada orang tua dan pendidikan formal
2. Oblique Transmision
Dari orang dewasa lain, yang budayanya sama (enkulturasi/ sosialisasi) dari orang yang budayanya beda (akulturasi/ resosialisasi)
General Aculturation
Orang dewasa yang budayanya sama
Anak meniru sopan-santun orang dewasa misal : dari guru
Specific Socialization
Misal : guru menanamkan sifat-sifat kerja sama
General Acculturation
Orang dewasa yang berbudaya beda
Misal : model pakaian
Specific Resocialization
3. Horizontal Transmision
General Enculturation
Dari teman sebaya pada budaya yang sama
Misal : anak ikut-ikutan merokok karena ikut temannya
Specific Socialization
Misal : diskusi kelompok, anak mengikuti aturan bicara bergantian, dan belajar main musik dari teman
Sumber : http://id.scribd.com/doc/68996864/TRANSMISI-BUDAYA
http://sosionamche.blogspot.com/2008/09/modul-07.html
http://juliardibachtiar.wordpress.com/2011/03/30/enkulturasi-dan-sosialisasi/
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/12/proses-enkulturasi.html
http://bknpsikologi.blogspot.com/2010/11/akulturasi-dan-enkulturasi.html
PENGERTIAN DAN TUJUAN PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA
Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubaha psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.
1. Pengertian
Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak persoalan. Sejumlah definisi lain mengungkapkan beberapa segi baru dan menekankan beberapa kompleksitas: 1. Riset lintas-budaya dalam psikologi adalah perbandingan sistematik dan eksplisit antara variabel psikologis di bawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan antesede-anteseden dan proses-proses yang memerantarai kemunculan perbedaan perilaku.
Sejarah Singkat Munculnya Psikologi Lintas Budaya
Psikologi Lintas Budaya (PLB) merupakan salah satu cabang (sub disiplin) dari ilmu Psikologi, yang dalam 100 tahun terakhir ini berbagai studi mengenai PLB mengalami perkembangan yang cukup pesat. Jika ditarik agak jauh kebelakang dengan mencermati fenomena sebelum lahirnya PLB yakni pada masa abad pertengahan (abad ke 15) dan ke 16, maka dapat dilihat kecenderungan masyarakat di Eropa yang menaruh perhatian pada nilai-nilai luhur kemanusiaan. Kebebasan (freedom), kesetaraan (equality) mengemuka di masa perahlian menuju pembaharuan (renaissance) terhadap sektor-sektor kehidupan. Keragaman (diversity) yang tampak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari menjadi bagian yang tak terpisahkan dan merupakan isu penting pada menjelang masa renaissance tersebut.
Tumbuh-kembang PLB lebih tampak di Amerika Serikat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara itu. Namun demikian, kita akan mudah menjumpai studi-studi tentang perbandingan antara orang Amerika dengan Jerman, dibandingkan studi mengenai orang Amerika keturuan Afrika dengan orang Amerika keturunan Asia. Hal ini dimungkinkan karena mereka berasumsi bahwa Amerika merupakan satu kesatuan budaya (homogen) yang dapat dibedakan dengan bangsa di negara-negara lainnya.
Pada masa "European Enlightenment" atau era pencerahan bangsa Eropa (Jahoda & Krewer: hal. 8) di abad 17 hingga ke 19, sebagai kelanjutan masa renaissance, perkembangan peradaban manusia mulai berubah kearah yang lebih luhur dan manusiawi dalam menempatkan posisi serta harkat manusia dalam kehidupannya (from savage to the civilized state of human life).
Tujuan Utama Psikologi
Paling tidak terdapat dua tujuan utama psikologi yaitu menyusun bangunan pengetahuan (body of knowledge) tentang manusia dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh bagi kepentingan kehidupan manusia. Ahli psikologi berupaya memahami perilaku tertentu manusia dari berbagai sudut pandang seperti kapan biasanya terjadinya perilaku tersebut, mengapa itu bisa terjadi dan memprediksi bentuk perilaku yang akan terjadi. Dalam hal ini terdapat dua aspek penting dalam mencapai tujuan pertama psikologi yaitu melakukan riset psikologi dan menciptakan model teoretik perilaku.
Penelitian dan teori saling terkait dalam disiplin ilmu psikologi. Sementara itu untuk tujuan yang kedua adalah memanfaatkan pengetahuan psikologi bagi kehidupan manusia yang lebih baik di dunia praksis. Pengetahuan ini dapat dipakai sejumlah praktisi yang membutuhkan pemahaman tentang psikologi dalam menjalankan tugasnya masing-masing, seperti pengacara pada kasus hukumnya, konselor/guru/dosen pada pelanyanannya di sekolah dan perguruan tinggi, instruktur/trainer di dunia usaha dan industri, bahkan dokter/terapis di bidang kedokteran dan psikologi klinis.
Proses Riset dalam Psikologi
Riset ilmiah dalam Psikologi merupakan suatu proses yang membutuhkan keterlibatan manusia. Riset psikologi memiliki sensitivitas tinggi khususnya ketika terjadi perubahan atau perbedaan karakteristik obyek penelitian (participant), oleh karena karakteristik peserta (responden penelitian) yang berbeda dapat membawa perbedaan juga pada hasil riset. Kondisi keterkaitan aspek manusia ini yang merupakan basis utama riset lintas budaya pada disiplin ilmu psikologi. Pemahaman keliru tentang budaya memungkinkan data tidak akurat dan menyebabkan penyimpangan hasil penelitian.
Pemahaman Budaya dalam Psikologi
Budaya merupakan suatu konsep abstrak dan acapkali disalah artikan dengan menyetarakan istilah tersebut atau mengartikannya dalam pengertian ras, etnis (suku bangsa) atau bangsa (nationality). Padahal budaya adalah suatu konsep rumit yang merekat pada banyak aspek hidup dan kehidupan. Beberapa aspek melibatkan aspek materi seperti makanan dan pakaian, sedang beberapa lagi mengacu pada komunitas dan struktur terpisah seperti organisasi perusahaan; yang lainnya mengacu pada perilaku individu, melakukan aktivitas seperti kegiatan keagamaan.
Pengejawantahan dari budaya dapat dilihat, diamati dan dirasakan. Contoh dalam hal perbedaan budaya untuk perilaku menyapa orang lain (greeting). Budaya Amerika terbiasa dengan bersalaman saat menyapa orang lain, sedangkan budaya Jepang misalnya melakukan perilaku menyapa dengan cara membungkukkan badannya.
Budaya merupakan satu konsep yang dapat menjelaskan perilaku nyata, perubahan dalam perilaku akan "memaksa" perubahan budaya, kesenjangan antara perilaku dan budaya menghasilkan ketegangan yang dapat merubah corak budaya.
Definisi budaya secara luas adalah suatu sistem aturam yang dinamis (eksplisit dan implisit) yang di tumbuh-tradisikan oleh kelompok/komunitas tertentu agar tetap eksis keberadaannya, melibatkan sejumlah sikap, nilai, kepercayaan, norma dan perilaku yang disepakati bersama tetapi mungkin dipahami berbeda oleh spesifik unit, komunikasi lintas generasi, relatif stabil tetapi berpotensi untuk berubah lintas waktu.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya
Berbagai faktor dapat mempengaruhi aspek-aspek budaya komunitas tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan wilayah tempat budaya tersebut berada memiliki peran atas pembentukan budaya masyarakatnya. Misalnya, wilayah suatu Negara memiliki sumber daya alam terbatas biasanya membentuk budaya masyarakatnya sebagai pekerja keras, memiliki kerjasama tim dan semangat kerja tinggi.
Populasi yang besar juga mempengaruhi budaya. Komunitas dengan jumlah populasi besar memungkinkan terjadinya "groupism" dan hirarki birokrasi. Beberapa faktor lainnya yang juga dapat berpengaruh terhadap budaya adalah teknologi dan cuaca/iklim suatu wilayah.
Budaya merupakan konstruk individu dan sosial. Seseorang (individu) dapat berperilaku atas nilai-nilai, kepercayaan dan sikap yang disepakati bersama, maka ia akan memperlihatkan budaya dari komunitas tersebut. Tetapi sebaliknya, bila dalam perilakunya dia tidak menunjukkan sikap, nilai dan kepercayaan yang dianut komunitasnya, maka ia tidak bisa dikatakan memperlihatkan suatu budaya tersebut.
Budaya Ras, Etnis dan Bangsa.
Tidak mesti dua orang yang berasal dari ras, etnis atau bangsa yang sama akan memiliki budaya yang sama pula. Contoh adalah orang Asia (Jepang, India atau Indonesia) yang telah lama menetap di Amerika sehingga memiliki budaya yang agak berbeda dengan orang Asia yang tinggal di Asia. Hal ini disebabkan proses interaksi kultural yang sudah demikian lama menyebabkan budaya orang Asia yang tinggal di Amerika berbeda dengan orang Asia yang tidak menetap disana. Budaya adalah perilaku yang dapat dipelajari sehingga dapat berubah sedangkan ras, etnis dan bangsa, tidak.
Ethnocentrism berkaitan erat dengan stereotype yang diartikan secara umum sebagai sikap, kepercayaan, atau opini tentang orang yang memiliki latar budaya tertentu. Stereotype bisa menjadi basis seseorang menilai orang lain, namun hal ini cukup riskan jika tidak luwes dalam memperhatikan perbedaan individual dalam satu budaya tersebut. Melakukan penilaian prematur membuat situasi tidak kondusif dalam memahami budaya.
Ikhtisar Kajian Kritis PLB
Budaya memiliki elemen obyektif seperti arsitektur, pakaian dan makanan; juga elemen subyektif yang tidak bisa kita lihat tetapi eksis keberadaannya seperti norma sosial, sikap, adat istiadat dan nilai-nilai. Kedua elemen ini menyatu dalam satu kesatuan budaya.
Studi PLB memungkinkan kita melihat disiplin ilmu Psikologi dari perspektif ragam budaya. Namun, ragam budaya yang dipelajari dalam PLB lebih bertitik berat pada tata pandang dan cara berpikir Barat (Amerika & Eropa). Sedangkan di Amerika Serikat sendiri terdapat keragaman budaya dan konflik antar budaya, karena memang mereka mulanya berasal dari berbagai ras, etnis dan bangsa yang berbeda. Studi PLB dengan mengacu pada kondisi di Barat hanya bagian dari studi PLB yang seharusnya dikuasai oleh para ilmuwan pendidikan di Indonesia. Jauh lebih penting adalah mempelajari juga PLB yang bernuansa nusantara, mengingat Negara Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam. Oleh karena itu, sewajarnya studi PLB diarahkan pula pada realitas dan kondisi masyarakat dari Sabang hingga Merauke yang terdiri dari berbagai suku, etnis dan keragaman lainnya.
Akhirnya, studi PLB memang diperlukan guna membawa kita pada pemahaman yang baik dan benar, sekaligus menghargai, menghormati dan merasakan perbedaan budaya (cultural diversity) dan pengaruhnya pada perilaku manusia tapi tetap untuk tidak melakukan vonis dan penilaian terhadap mana perilaku yang salah dan benar, baik atau buruk sekalipun.
Daftar pustaka : UIN Maliki Malang.
2. Apa hubungan lintas budaya dengan disiplin ilmu yang lain ?
Berikut penjelasannya :
hubunganya belajar psikologi lintas budaya dengan disiplin ilmu lainnya, (cont: ilmu sosiologi, antropologi dll)! Pada awal perkembangannya, ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya. Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi cabang-cabang ilmu psikologi lainnya. Sebenarnya bagaimana hubungan antara psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) mem buat kerangka sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku sosial, Ekologi – budaya – sosialisasi – kepribadian – perilaku Sementara itu Berry, Segall, Dasen, & Poortinga (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk memahami bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam keadaan yang berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama dengan kondisi lingkungan sosial-politik dan adaptasi biologis dan adaptasi kultural merupakan dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis. Ketiga hal tersebut kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika, transmisi budaya dan pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan suatu perilaku dan karakter psikologis tertentu.
Minggu, 08 Januari 2012
film " YOU CAN "
http://www.youtube.com/watch?v=8M9cZK5IPrM
Saat saya melihat apa yang ada di dalam video youtobe itu,,, membuat hati saya begitu tersentuh seketika.
Betapa berharganya, saya sebagai manusia di dunia ini.Padahal kalau kita merenung sejenak,kita akan menyadari bahwa masih banyak yang bisa kita syukuri dalam kehidupan kita semua mungkin saat ini, Tetapi kita sebagai manusia harus melihat ke “bawah”. bahwa masih banyak orang lain yang menderita dari apa yang kita alami saat ini,kita masih beruntung, masih memiliki anggota tubuh yang lengkap dan sehat, seharusnya kita merasa lebih beruntung dibanding dengan yang mengalami cacat tubuh atau sedang menderita suatu penyakit.
Pada kenyataannya malah ada sebagian orang cacat yang masih bisa bersyukur dan mengukir Prestasi yang Luar Biasa. dan dari video youtobe ini saya menyadari bahwa ada yang selalu bisa, dibandingkan jika memang kita sendiri mau membandingkan-membandingkan kehidupan kita. video youtobe ini menggambarkan sangat jelas dan mengajak kita untuk lebih lagi“Mengucap Syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Tuhan.
Saat saya melihat apa yang ada di dalam video youtobe itu,,, membuat hati saya begitu tersentuh seketika.
Betapa berharganya, saya sebagai manusia di dunia ini.Padahal kalau kita merenung sejenak,kita akan menyadari bahwa masih banyak yang bisa kita syukuri dalam kehidupan kita semua mungkin saat ini, Tetapi kita sebagai manusia harus melihat ke “bawah”. bahwa masih banyak orang lain yang menderita dari apa yang kita alami saat ini,kita masih beruntung, masih memiliki anggota tubuh yang lengkap dan sehat, seharusnya kita merasa lebih beruntung dibanding dengan yang mengalami cacat tubuh atau sedang menderita suatu penyakit.
Pada kenyataannya malah ada sebagian orang cacat yang masih bisa bersyukur dan mengukir Prestasi yang Luar Biasa. dan dari video youtobe ini saya menyadari bahwa ada yang selalu bisa, dibandingkan jika memang kita sendiri mau membandingkan-membandingkan kehidupan kita. video youtobe ini menggambarkan sangat jelas dan mengajak kita untuk lebih lagi“Mengucap Syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Tuhan.
Langganan:
Postingan (Atom)