Teori Behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan Respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik,
meliputi :
1.
Reinforcement and Punishment
2.
Primary and Secondary Reinforcement
3.
Schedules of Reinforcement
4.
Contingency Management
5.
Stimulus Control in Operant Learning
6. The
Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Menurut Thorndike, Belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon, Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indera, sdangkan Respon adalah reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan.
Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar
dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang
tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan
pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku
yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori
koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike
yakni :
1. Hukum
Kesiapan
Hukum kesiapan (Law of readiness) dimana semakin
siap suatu organisme memperoleh perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat. (Bell, Gredler, 1991). Contoh: siswa yang siap ujian, maka
ia akan puas, tetapi jika ujiannnya ditunda, ia menjadi tidak puas.
2. Hukum
Latihan
Hukum Latihan (Law of excercise) yaitu semakin
sering tingkah laku di ulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat.
Contoh : siswa yang belajar bahasa Inggris , semakin
sering digunakan bahasa Inggrisnya, maka akan semakin terampil dalam
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Tetapi jika tidak digunakan,
maka ia tidak akan terampil berkomunikasi dengan bahasa Inggris.
3. Hukum
Efek / Akibat
hukum akibat (law of effect) yaitu hubungan stimulus
respon akan cenderung di perkuat bila akibatnya menyenangkan dan sebaliknya
cenderung melemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Contoh : siswa yang mendapatkan nilai tinggi maka
akan semakin besar juga minat siswa tersebut dalam memahami materi
pelajarannya, namunjika siswa tersebut mendapatkan nilai rendah maka semakin
rendah juga minat siswa tersebut terhadap pelajaran atau bahkan ia akan
menghindari pelajaran tersebut.
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal
tertentu dapat memperkuat respon
B.
Tokoh-tokoh Teori Behavior
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya
adalah, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, Skinner
1. Teori
Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud
harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,
namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu
diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain
seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik
semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
2. Teori
Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara
stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori
evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan
biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud
macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga
dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
Ciri-ciri dari teori ini adalah sebagai
berikut :
a.
Mementingkan faktor lingkungan
b.
Menekankan pada faktor bagian
c.
Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode
obyektif
d.
Bersifat mekanis
e.
Mementingkan masa lalu
f.
Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil
g.
Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
h.
Menekankan pentingnya latihan
i.
Mementingkan mekanisme hasil belajar
j.
Mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan.
3. Teori
Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas
belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung
akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga
menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya
proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah
situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan
sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon
bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Saran utama dari teori
ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola
kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell,
Gredler, 1991).
4. Teori
Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang
dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena
stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar
stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini
memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami
tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus
yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan
berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat
untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
D. Kekuatan dan Kelemahan Teori Behavior
Dalam
setiap teori tidak lepas dengan adanya kelebihan dan kekurangan, maka
dalam penerapan teori pembelajaran berbasis behavioristik menjumpai
kekurangan dan kelebihan diantaranya :
1. Kekuatan Teori Behavior
Teori
behaviorisme dalam pendidikan memiliki sejumlah besar pengikut sehingga
memiliki implikasi yang nyata dalam pembelajaran. Bahkan harus diakui
banyak pendidik diseluruh belahan dunia ini yang masih mempraktekan
aliran behaviorisme. Teori bihaviorisme dengan model hubungan S-R
mendukung siswa sebagai individu yang pasif.
Pembelajaran
yang berpijak yang dirancang berdasarkan teori behaviorisme memandang
pengetahuan bersifat objektif, tetap, pasti dan tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar merupakan transfer pengetahuan
dari guru kepada siswa. Siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama
tentang pengetahuan yang diajarkan. Proses berpikir utama siswa adalah
“meng-copy and paste” pengetahuan seperti apa yang dipahami pengajar.
2. Kelemahan Teori Behavior
Dalam
proses belajar mengajar siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pengajar Oleh karena itu,
kurikulum dikembangkan secara terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus diraih
oleh siswa. Dalam penilaian (asesmen) hasil tes tulis, hasil uji kinerja
yang dapat diamati (observable), sehingga hal-hal yang tidak teramati
seperti sikap, minat, bakat, motivasi dan sebagainya kurang dijangkau
oleh penilaian.